Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Catatan 8 November

8 November 2016, Bolehkah saya rindu? Sebentar, biar saya flashback jauh-jauh sekali. Beberapa tahun sebelum adanya krisis negara 1998 atau lebih tepatnya tahun tragedi Marsinah, tahun dimana sedang gencar-gencarnya polemik cap PKI beredar dimana-mana. Setiap orang yang kontra terhadap keputusan kapital dan atau pemerintah pasti akan musnah sejasad-jasadnya. Saya terlahir dari rahim seorang ibu yang patuh mengabdi pada negara. Rahim yang kokoh dan keras. Sedangkan kakek saya adalah seorang abdi negara di rezim Soeharto. Apa yang terjadi 8 November 1993 silam? entahlah, mungkin saya sedang menendang-nendang dan mulai muak dengan rahim yang sesak. 9 bulan hidup dalam air ketuban yang hangat akhirnya keluar jiwa manusia penguasa saya yang menginginkan tempat yang lebih luas untuk bertahan hidup seperti gurun yang kusebut sebagai tanah surga yang hijau dan rindang. Entahlah, saya belum bisa membedakan keringnya gurun atau rindangnya kebun Stroberi di pegunungan. Sedangka

Kebebasan (Freedom)

Kebebasan, lalu siapa yang akan mengandung dosa penganut paham kebebasan? Saya tertarik mengambil tema ini ke dalam blog usang saya. Karena kata bebas sangatlah lazim terdengar di telinga kita. Sebegitu lazimnya, hingga luput untuk ditelaah kembali. Beberapa waktu lalu, adik saya yang sedang duduk di bangku SMA mengajukan tuntutan berupa kebebasan bergaul kepada para tetua keluarga kami. Saya pikir, tuntutannya langsung ditolak oleh sekretaris negara, yaitu ibu saya karena notabene nya beliau adalah seorang perempuan otoriter dan disiplin. Dan ternyata benar, tuntutan itu jelas-jelas ditolak. Lalu, adik melakukan boikot. Menolak makan, minum (saya tau dia mengendap-endap saat dia lapar dan haus) dan tidak pernah mendengarkan nasehat-nasehat ibu. Padahal menilik masa SMA saya 4 tahun yang lalu, saya enggan melakukan pemberontakan apapun kepada para tetua keluarga. Hanya menurut, karena dari dulu saya terdidik dibawah aturan keluarga yang otoriter dan disiplin. Terbukti, pada m

Pengakuan (Confession)

Sungguh berdosalah saya ketika surat ini tidak sampai keharibaan tuan. Tuan telah pergi mendahului saya. Berdua saya dan tuan memetik raspberry bersama, tapi tuan tidak mengijinkan saya untuk ikut pergi mendampingi tuan. Biar sama-sama di akhirat kita petik buah raspberry yang manis. Saya berdiri sendiri di tatakan batu, tempat pertama kali tuan menisbatkan sumpah matahari di senja merapi 400 sekian hari yang lalu. Tuan telah tiada dan saya hanya bersenandung dengan halusinasi tuan. Tuanku, bilakah kita bertemu setelah reinkarnasi kesekian? Mungkin saya dan tuan pernah bertemu jauh berabad-abad sebelum hari ini saya berdiri kokoh di nisan tuan. Mungkin kisah saya dan tuan pernah tercantum dalam peristiwa perang Bubat. Saya hanyalah wujud penyesalan seorang Hayam Wuruk merindukan Dyah Pitaloka yang rela membunuh dirinya sendiri demi kehormatan kerajaannya atau jauh sebelum itu? Ah sudahlah, toh akhirnya saya telah sehat kembali bahwa tuan hanyalah halusinasi saya. Kata siapa tuan tidak

~Bujang Tampan~

Samir, oh Samir... bujang tampan luar biasa tiap hari kerjamu mengaca takut ketampanan hilang binasa Tampan oh tampan... mojang mana enggan kau dapat hanya setepuk jatuhlah mereka senampan habis manis sepah disampar Harta oh harta, belum cukuplah kau berharta telah mengais wanita-wanita muda jika tibalah kau berharta kejantanan hilang, dirundung masalah   Samir, oh sekali lagi Samir... telah sampailah kau berbini bini satu kurang, dua mojang kau miliki tidak ikhlas kau jadi aki-aki Maut, oh maut... binimu banyak telah terpaut satu nyingnyong, satu manggut-manggut warisanmu jadi semrawut (Kartasura, 2 Maret 2016 dalam jimat dukun sebelah) Pantun ini terinspirasi dari keadaan masyarakat Indonesia, yang terkenal dengan sistem poligami yang penuh pro dan kontra. Tidak pernah ada satupun wanita yang ingin dimadu baik dari segi jasmani maupun rohani. Walaupun terdapat segelintir wanita yang memutuskan mau untuk dimadu, karena beberapa al

~Namanya Sedih~

Lama saya tak berjumpa dengan kawan saya yang bernama "Sedih". Padahal saya amatlah kesepian, jika Sedih datang nampaknya kamar saya seperti kapal pecah penuh sketsa hitam putih terpajang di 4 tembok persegi gagah yang melahirkan sedikit banyak imajinasi. Pensil saya tidak pernah tumpul untuk menggambar, walaupun saya tidak berniat untuk membeli pensil warna untuk menghidupi imajinasi saya. Padahal jika Sedih datang, saya akan suguhi dia dengan berbagai kuliner yang memanjakan perutnya. Sayangnya, perutnya juga perut saya. Dia memutuskan untuk tidak gemuk sendirian (dasar!). Sedih telah lama pamit ke black hole yang tak seorangpun tau,  termasuk saya (jika saya tau kemana rumahnya, saya akan ketuk pintunya untuk sekedar bercerita ini itu). Sedih datang dengan membawa berbagai benang katun, wol atau bulky untuk dihadiahkan pada saya. Biasanya saya senangkan dia dengan berbagai hasil rajutan saya baik topi hangat, scraft atau rajutan-rajutan lain yang tak berbentuk. Rindulah s

Sang Mutiara dari Priangan Timur

Tuanku sang mutiara dari Priangan Timur, Mengapakah setiap pertemuan adalah penyesalan? lidah saya kelu berbicara dengan tuan, oleh karenanya saya lebih sering diam jika bertemu dengan tuan. Saya benar-benar tak sanggup berkata apapun sejak saya dan tuan menciptakan impuls yang absurd. Tapi setelah pertemuan itu berakhir, menyesalah diri saya karena semua perasaan yang akan tumpah hanya tertahan di bibir saya. Apalah arti bertemu jika setelahnya kita berpisah? Tuanku, selama kita bersahabat, saya telah terlalu nyaman menjadi angin. Suatu zat netral yang tidak perlu dilihat karena memang saya tidak terlihat atau saya tidak menuntut untuk dirasakan. Mungkin karena saya takut kehilangan tuan. Tapi dengan adanya saya menjadi angin, maka lunturlah hak saya untuk merasa kehilangan. Atau jika tuan ingin meninggalkan saya, tidaklah perlu adanya bekas yang melekat di badan tuan atau sebaliknya. Sehingga tidak ada yang terdzolimi. Saya telah menimbang nasehat-nasehat tuan sebagaimana oran

Surat untuk Tuan Raspberry

Surat pertama  Tuan Raspberry, Kamu tau sunrise? Ah, mungkin pertanyaan saya salah. Biar saya ralat. 400 sekian hari yang lalu bukankah tuan telah menisbatkan sebuah sumpah tentang matahari di ujung senja merapi? Saat itulah saya kenal tuan. Tuan adalah Homo Tasikens, orang Tasik pertama yang saya kenal. Bukan orang kedua setelah Euis atau orang ketiga setelah Euis dan Cecep. "Kamu suka sunset?" Itu pertama kali tuan mempertanyakan soal kesukaan saya. Saya ingat, tuan bertanya diatas tatakan batu terjal hampir sejajar dengan arah matahari dan siluet puncak Merbabu sembari membawa barang 2 atau lebih batang kayu bakar untuk api unggun di Watu Gajah. "Siapa orang yang tidak suka sunset?" gumamku menggerutu di dalam hati. Saya cemburu padanya, karena bahkan saya menyukainya. "mmm...biasa saja. Tapi lukisan Tuhan tidak ada yang buruk" gengsi saya pada tuan sembari menengok belakang memperhatikan matahari yang semakin malu ditelan senja Merapi. Lukisan Tuh

Kamu Selalu Menyebalkan, Tapi Saya Suka

Selamat malam kamu yang saya tak pernah ingin tau seberapa berharganya kamu untuk saya.. Biarlah perasaan ini menetap untuk kamu. Untuk seseorang yang tidak pernah tau, seberapa sering saya mencuri tatapannya. Untuk seseorang yang tidak pernah tau, seberapa sering saya bercerita dengan Tuhan tentangnya. Kamu, saya pikir kamu juga tak perlu tau soal perasaan saya yang mendalam. Saya harus merahasiakannya darimu dan dari semua orang, tapi saya tak bisa merahasiakan perasaan saya terhadapmu pada Tuhan. Kamu tidak pernah tau, betapa saya sangat gugup dan pucat pasi sembari membacakan doa tanpa henti saat menemanimu mempertanggung jawabkan hasil penelitianmu di depan penguji. Kamu tidak pernah tau, betapa bahagianya saya ketika mendengarkan namamu yang bergelar sarjana dipanggil melalui microphone saat wisuda oleh MC wisuda. Karena saya cengeng, saya menangis sendiri di luar gerbang dan memastikan bahwa itu adalah benar-benar namamu yang telah berhasil melewati bangku kuliah. Saya segera

Bau Hujan Selalu Membawa Syahdu

selamat datang kembali hujan :) Aura hujan memang membuat orang selalu dalam keadaan syahdu. Rintik airnya adalah nikmat Tuhan tiada banding. Turunnya hujan seolah merupakan penghibur Tuhan sebagai pereda keresahan. Tentang saya, kamu, dia atau mereka orang-orang terdekat kita yang menjelma dalam kenangan. Saya tidak tahu rasanya mejadi orang tua yang sedang bekerja diluar dalam keadaan hujan, bahkan keringat (tanda kerja keras) mereka pun terkamuflase oleh hujan. Seorang kekasih yang menangis karena kecewa, mungkin sedang menangis diluar sana dengan uraian air mata yang terkamuflase oleh air hujan juga. Teman-teman saya mungkin sedang semangat belajar dibawah suara hujan yang syahdu. Memang benar, hujan selalu saja syahdu. Jika bercerita tentang hujan, saya selalu teringat kejadian 17 tahun silam ketika ibu membawa saya berpisah dengan bapak dalam keadaan hujan, saya merangkul erat pinggang ibu saat kami sedang melakukan perjalanan senja melalui lereng gunung lawu. Ibu selalu menyu

AKU KAU

Selamat malam kamu yang (entah) mungkin sejak setahun silam tertanam di alam bawah sadar saya.. Wanita suka menghitung hari dan saya memperkirakan hubungan kita telah terpelihara selama lebih dari 370 hari sejak saya pertama kali mengenalmu di watu gajah. Beberapa bulan yang lalu memang saya tidak bisa mengendalikan diri saya, hingga mungkin kamu hampir pergi dari pelukan saya. Dulu, hati saya tidak pernah dan bahkan tidak bisa mentolerir masa lalumu ataupun sifat-sifatmu yang menyebalkan. Bahkan hingga sekarang saya masih menganggap kamu sebagai orang tersulit yang pernah saya kenal. Tidak ada alasan mengapa saya masih bertahan dengan sifat-sifat sulitmu hingga sekarang. Saya tidak habis pikir, bagaimana bisa saya bertahan dengan orang sesulit kamu selama ini? bahkan saya seperti memakai sepatu sama kirinya ketika berjalan beriringan denganmu. Saya selalu senang ketika mencuri tatapanmu, bahkan saya tak pernah memperhatikan gadget saya ketika kamu meluangkan waktu untuk saya. Saya